Artikel

Senin, 13 Juni 2011

PENDIDIKAN BERKARAKTER MENJAWAB SEMUA IMPIAN


“Pendidikan”, kata ini begitu biasa kita dengar. Bahkan kata ini setiap hari singgah di telinga kita. Tapi bagaimana pendidikan itu sendiri? Sudah benar-benar mendidik kah?.
Sudah berbagai sistem pendidikan kita coba, tapi apakah ini sudah efektif?, sudahkah kita mendapatkan yang terbaik dalam sistem pendidikan?. Jawaban nya, belum. Kerena kita belum mendapatkan dan melihat hasil dari pendidikan itu secara keseluruhan dan merata.
Sekarang apa yang kita butuhkan?, sistem pendidikan yang baru kah? Atau tetap mencoba kembali sistem yang lama?. Disini kita  tidak membicarakan sistem pendidikan yang ada di indonesia. Tapi, apa yang dibutuhkan indonesia sekarang untuk mencapai impian dan cita-cita bangsa indonesia itu sendiri. Dapat dilihat, sekarang indonesia kehilangan hal yang sangat penting, yaitu identitas. Identitas adalah hal yang harus kita jaga. Bicara tentang identitas tidak terlepas dari pancasiala, undang-undang, visi dan misi negara ini, dan cita-cita suci leluhur kita, bangsa indonesia.
<span class=”fullpost”> 
Bahkan banyak yang mengatakan, pendidikan telah gagal membentuk manusia yang bekarakter. Karena kita sendiri dapat melihat seperti apa etika, dan karakter negara sendiri. Zaman berkembang pesat, sayang nya perubahan zaman itu juga mengubah identitas dan karakter kita. Ironis nya lagi, perubahan zaman juga dibarengi dangan perubahan gaya hidup yang sudah jelas bertentangan dengan akhlak dan nilai-nilai agama yang ada di indonesia sehingga kita kehilangan identitas dan jati diri bangsa indonesia itu sendiri.
Semua masyarakat harus menyadari, bahwa semua ini terjadi kerena gagal nya sistem pendidikan di indonesia. Tidak juga benar apabila kita menyalahkan sistem pendidikan, karena itu Cuma sistem dan tidak dapat berbuat apa-apa. Kegagalan dalam pendidikan, pantaskah bila kita menyalakan guru sebagai pemeran penting dalam dunia pendidikan tersebut?, guru juga bisa mengelak, karna guru juga korban dari kitidak berhasilan sebuah badan pendidikan dan pendidikan itu sendiri. Guru juga dapat menyalahkan guru-guru sebelum nya. Sekarang kita tidak perlu mencari kambing hitam yang rela untuk dipersalahkan. Tapi, mari kita perbaiki diri masing-masing.
Guru, memang memegang hal terpenting dalam pendidikan. Karena guru yang sebenar nya tidak hanya mengajar, tetapi juga mendidik dan membentuk kepribadian dari setiap murid-murid yang diajarkan. Kadang kita menemukan guru tidak layak untuk disebut dengan guru. Karena tidak memberi contoh, bahkan guru melakukan hal yang sangat tidak pantas dilakukan oleh seorang guru. Kadang guru juga tidak sadar, bahwa guru juga memegang peranan dalam segala hal, dan hanya guru lah yang bisa mengubah dunia ini. Guru juga dapat mengubah segala hal, guru yang menciptakan orang-orang hebat. Guru nyang menciptakan presiden, perdana menteri,ilmuan, dokter. Guru juga bisa menciptakan berbagai macam penjahat, mulai dari perampok, koruptor, dan pemuda yang tidak bermoral,guru bisa menciptakan manusia-manusia yang luar biasa jahat nya dan luar biasa hebat nya.
Sekarang dapat kita lihat, seperti apa indonesia sekarang maka itu adalah perbuatan guru-guru kita di indonesia. Sekarang dimanakah para guru yang dapat membentuk manusia indonesia yang beriman,bertakwa, unggul, professional dan berkarakter itu?. Sebenarnya kita bisa menciptakan guru yang seperti ini dengan memberikan ilmi-ilmu dan nilai-nilai yang dapat membentuk karakter yang baik kepada calon guru.
Pendidikan berkarakter sangat diperlukan di indonesia. Karena apabila karakter seseorang telah dibentuk, maka sangat sulit untuk mengubah karakter tersebut, apalagi dipengaruhi oleh perubahan zaman. Apabila pendidikan berkarakter ini sudah dijalankan dengan baik, maka sangat besar kemungkinan untuk bisa membentuk kepribadian bangsa yang telah lama hilang ini.
Dr. Ratna Megawangi, dalam bukunya, Semua Berakar Pada Karakter (Jakarta: Lembaga Penerbit FE-UI, 2007), mencontohkan, bagaimana kesuksesan Cina dalam menerapkan pendidikan karakter sejak awal tahun 1980-an. Menurutnya, pendidikan karakter adalah untuk mengukir akhlak melalui proses knowing the good, loving the good, and acting the good. Yakni, suatu proses pendidikan yang melibatkan aspek kognitif, emosi, dan fisik, sehingga akhlak mulia bisa terukir menjadi habit of the mind, heart, and hands.

Dalam bukunya, Pendidikan Karakter: Strategi Mendidik Anak di Zaman Global, (2010), Doni Koesoema Albertus menulis, bahwa pendidikan karakter bertujuan membentuk setiap pribadi menjadi insan yang berkeutamaan. Dalam pendidikan karakter, yang terutama dinilai adalah perilaku, bukan pemahamannya. Doni membedakan pendidikan karakter dengan pendidikan moral atau pendidikan agama. Pendidikan agama dan kesadaran akan nilai-nilai religius menjadi motivator utama keberhasilan pendidikan karakter.
Dalam soal pendidikan karakter bagi anak didik, berbagai agama bisa bertemu. Islam dan Kristen dan berbagai agama lain bisa bertemu dalam penghormatan terhadap nilai-nilai keutamaan. Nilai kejujuran, kerja keras, sikap ksatria, tanggung jawab, semangat pengorbanan, dan komitmen pembelaan terhadap kaum lemah dan tertindas, bisa diakui sebagai nilai-nilai universal yang mulia. Bisa jadi, masing-masing pemeluk agama mendasarkan pendidikan karakter pada nilai agamanya masing-masing.
Terlepas dari perdebatan konsep-konsep pendidikan karakter, bangsa Indonesia memang memerlukan model pendidikan semacam ini. Sejumlah negara sudah mencobanya. Indonesia bukan tidak pernah mencoba menerapkan pendidikan semacam ini. Tetapi, pengalaman menunjukkan, berbagai program pendidikan dan pengajaran – seperti pelajaran Budi Pekerti, Pendidikan Pancasila dan Kewargaan Negara (PPKN), Pendidikan Moral Pancasila (PMP), Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4),  – belum mencapai hasil optimal, karena pemaksaan konsep yang sekularistik dan kurang seriusnya aspek pengalaman. Dan lebih penting, tidak ada contoh dalam program itu!  Padahal, program pendidikan karakter, sangat memerlukan contoh dan keteladanan. Kalau hanya slogan dan ’omongan’, orang Indonesia dikenal jagonya!

Harap maklum, konon, orang Indonesia dikenal piawai dalam menyiasati kebijakan dan peraturan. Ide UAN,  mungkin bagus!  Tapi, di lapangan, banyak yang bisa menyiasati bagaimana siswanya lulus semua. Sebab, itu tuntutan pejabat dan orangtua. Guru tidak berdaya. Kebijakan sertifikasi guru, bagus! Tapi, karena mental materialis dan malas sudah bercokol, kebijakan itu memunculkan tradisi berburu sertifikat, bukan berburu ilmu!  Bukan tidak mungkin, gagasan Pendidikan Karakter ini nantinya juga menyuburkan bangku-bangku seminar demi meraih sertifikat pendidikan karakter, untuk meraih posisi dan jabatan tertentu.
Dr. G.J. Nieuwenhuis mengatakan “Suatu bangsa tidak akan maju, sebelum ada di antara bangsa itu segolongan guru yang suka berkorban untuk keperluan bangsanya.”menurut kutipan ini, guru tidak terlepas dari sebuah pengorbanan yang besar. Guru-guru rela berkorban demi mengasilkan guru-guru yang rela berkorban dan murid-murid yang luar biasa. Guru disini tidak hanya guru yang mengajar didalam kelas, tetapi semua aspek yang bisa mendidik dan memebentuk karakter dan manusia yang seuttuh nya. Seperti para pemimpin, orang tua, dan lain-lain. Apabila semua aspek ini mampu bekerja sama, dengan saling memberi contoh sikap, akhlak, sebagaimana seharus nya manusia yang berkarakter dalam kehidupan sehari-hari maka semua peserta didik mulai dari anak-anak hingga mahasiswa akan mencontoh cara hidup yang demikian.
Pendidikan karakter adalah perkara besar. Ini masalah bangsa yang sangat serius. Bukan urusan Kementerian Pendidikan semata. Presiden, menteri, anggota DPR, dan para pejabat lainnya harus memberi teladan. Jangan minta rakyat hidup sederhana, hemat BBM, tapi rakyat dan anak didik dengan jelas melihat, para pejabat sama sekali tidak hidup sederhana dan mobil-mobil mereka – yang dibiayai oleh rakyat – adalah mobil impor dan sama sekali tidak hemat.
Pada skala mikro, pendidikan karakter ini harus dimulai dari sekolah, pesantren, rumah tangga, juga Kantor Kementerian Pendidikan dan Kementerian Agama. Dari atas sampai ke bawah, dan sebaliknya. Sebab, guru, murid, dan juga rakyat sudah terlalu sering melihat berbagai paradoks. Banyak pejabat dan tokoh agama bicara tentang taqwa; berkhutbah bahwa yang paling mulia diantara kamu adalah yang taqwa. Tapi, faktanya, saat menikahkan anaknya, yang diberi hak istimewa dan dipandang mulia adalah pejabat dan yang berharta. Rakyat kecil dan orang biasa dibiarkan berdiri berjam-jam mengantri untuk bersalaman.

Kalau para tokoh agama, dosen, guru, pejabat, lebih mencintai dunia dan jabatan, ketimbang ilmu, serta tidak sejalan antara kata dan perbuatan, maka percayalah, Pendidikan Karakter yang diprogramkan Kementerian Pendidikan hanya akan berujung slogan
!. Jadi, semua masyarakat indonesia harus mendukung adanya pendidikan berkarakter dengan cara berperan baik dalam segala hal, mulai dari pemerintahan hingga orang tua dirumah harus memberikan contoh kepada para pesertadidik, seperti anak-anak hingga para remaja dan pemuda. Semoga pendidikan berkarakter ini dapat membantu kita dalam mengejar cita-cita bangsa.


End
By: DORSY DESONGFA
</span>